Di jaman modern ini, perkembangan teknologi menyebabkan
banyak dampak positif. Namun tidak melupakan munculnya dampak negatif. Di dunia
percetakan setiap harinya banyak terbitan terbitan baru yang muncul, dan saya
rasa setiap orang tidak mampu memiliki setiap terbitan yang diinginkan
mengingat harga dari setiap terbitan sangatlah mahal. Sehingga muncullah
alternative baru dalam mengakuisisi sebuah terbitan mulai dari mendownload
dalam bentuk pdf atau digital hingga menduplikat (mem-fotocopy) terbitan
tersebut. Akibat munculnya alternative dalam mengakuisisi terbitan khususnya
buku, kerugian menimpa penerbit dan juga pengarang buku tersebut. Dikarenakan
jumlah buku yang diterbitkan tidak laku terjual karena pengguna cenderung mendapatkan
buku dengan cara mem-fotocopy. Padahal dalam buku tersebut sudah sangat jelas
tertulis dilarang menduplikat sebagian atau seluruh isi dari buku ini dengan
tujuan agar penerbit dan pengarang mendapatkan hak atas intelektualnya berupa keuntungan
financial.
Dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Pasal 1 ayat 1
disebutkan bahwa hak cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak
untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundangan-perundangan
yang berlaku.
Dengan demikian tidak
ada pihak lain yang boleh melakukan kegiatan pengumuman atau memperbanyak karya
cipta tanpa seizin pencipta apalagi kegiatan tersebut bersifat komersil.
Dari pengertian tentang
hak cipta tersebut, bahwa hak cipta begitu dilindungi. Selain dapat berkarya
para penulis atau pemilik hak cipta juga akan mendapatkan keuntungan komersil
sehingga mereka semakin giat lagi dalam berkarya.
Lalu bagamimana
kedudukan hak cipta di perpustakaan???
Banyak sekali buku-buku
yang diphotocopy untuk diperbanyak jumlahnya juga untuk menghemat biaya.
Lalu apakah perpustakaan
itu sendiri melanggar hak cipta karena memperbanyak karya seseorang??
Dalam Undang-Undang Hak Cipta Tahun 2002 pada
Pasal 15 huruf e “Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau
dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta: Perbanyakan suatu
Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun
atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau
pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata-mata untuk keperluan
aktivitasnya”.
Dengan demikian kegiatan foto kopi dalam
perpustakaan bukanlah termasuk dalam kategori praktek pelanggaran Hak Cipta.
Berdasarkan undang-undang di atas sudah sangat
jelas sekali bahwa lembaga ilmu pengetahuan, perpustakaan atau lembaga
informasi non-komersil telah diberikan izin untuk memperbanyak karya seseorang
tanpa kepentingan komersil dari lembaga tersebut. Jadi perpustakaan tidak
melakukan pelanggaran terhadap undang-undang hak cipta tersebut karena ada
undang-undang yang menjelaskan bahwa lembaga informasi non-komersil seperti
perpustakaan diberi izin dalam hal itu seperti yang dijelaskan dalam
undang-undang hak cipta tahun 2002 pasal 15 huruf e.
0 komentar:
Post a Comment