Anjing-anjing itu berpenampilan rapi dan berdasi
Tak pernah kepanasan dan kehujanan di dalam
kereta kencana
Tersenyum lebar tak pernah bersedih
Tak pernah puas dengan apa yang dimiliki
Berbeda dengan kita, dengan saudara kita
Berbeda dengan kita, dengan saudara kita
Merintih dan menjerit dalam kesengsaraan
Anjing-anjing itu mereka, bukan kita
Tapi kenapa tangan tak terkepalkan
Dan hati tak tergerakkan
Ketika jutaan bocah dimiskinkan tanpa
pendidikan
Ketika para perindu sesuap nasi
tercampakkan
Ketika keadilan tak lagi memihak
Ketika keadilan begitu mudahnya
dipermainkan
Kau itu licin bagai belut
Ketika tercium kebusukanmu
Ketika terlihat batang hidungmu
Kau muncul dan menghilang begitu cepat,
begitu lincah
Menghilang diatas penderitaan orang lain
Menghilang dengan api dalam perutmu
Menyembunyikan kegelapan dalam keputihan
Bahkan ketika terdesak dan tertangkappun
kau masih bisa tertawa
Tertawa dengan bangganya
Mana janjimu, janji manismu
Janji yang kau ucapkan dengan mulut
licikmu
Dengan mulut berbisamu
Apakah sudah tak penting lagi jeritan
saudara-saudaramu
Tak pernahkah sedikitpun kau renungkan
dalam hati akan hal itu
Anjing dan belut
Menyatu dalam jiwa yang penuh dengan
kekotoran
Rakus dan licin
Terbungkus dalam satu hati yang buta akan
segalanya
Itulah kau, mahluk yang tak pantas
disebut manusia
By Admin
0 komentar:
Post a Comment